Boru sihombing dikenal sebagai parombus-ombus, dan itu ada sejarahnya.
Berikut sejarah ombus-ombus yg saya dapat dari salah satu milis batak.

************************************************************

Sejarah Lahirnya Lepat “Ombus-ombus ” Dari Siborongborong

Almarhum Anggiat Siahaan Pencetus Nama Ombus-ombus No.1


Sekitar 60 tahun silam zaman kemerdekaan Indonesia, gerak perekonomian masyarakat di Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara mulai Nampak dengan berbagai kegiatan aktivitas perdagangan, mulai perdagangan hasil pertanian hingga semilan bahan pokok. Namun disisi lain, kreativitas masyarakat didaerah ini muncul, salah satunya adalah membuat dan menjual lepat dengan ciri khas tersendiri.
Memang, sebagian besar daerah memiliki ciri khas masakan khas masing-masing dan hingga saat ini selalu dipertahankan dengan berbagai alasan mulai dari adat, budaya maupun alas an tertentu lainnya. Demikian halnya di Kecamatan Siborongborong, daerah ini memang cukup strategis untuk zona kawasan bisnis, karena berada di daerah Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) Tarutung-Balige. Kawasan ini juga berada dipertengahan daerah Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Humbahas. Sehingga tak bias dipungkiri, banyak pedagang dari ketiga kabupaten tersebut melakukan pengembangan usaha di daerah ini.
Awalnya, sekitar tahun 1940-an, almarhum Musik Sihombing lah yang memulai usaha berjualan lepat ini yakni di rumahnya, di Jalan Balige Pusat Pasar Kecamatan Siborongborong. Namun kala itu, Almarhum Musik Sihombing memberi nama lepat tersebut “Lappet Bulung Tetap Panas”. Usaha tersebut dinilai warga cukup menjanjikan, karena pembelinya cukup lumayan.
Dinilai berhasil, Almarhum Anggiat Siahaan dating dari Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong mulai ikut membuat lepat seperti yang dimulai oleh Almarhum Musik Sihombing. Dibantu sang istri, Almarhum Horlina boru Nababan, akhirnya Almarhum Anggiat Siahaan pun mulai berjualan lepat dengan cara menganyuh sepeda dari desanya.
Saat berjualan, Almarhum Anggiat Siahaan mungkin terlalu rancu menawarkan nama jualannya yang terlalu panjang yakni “lappet Bulung Tetap Panas” seperti yang dimulai Almarhum Musik Sihombing. Sehingga muncullah ide kreatif Almarhum Anggiat Siahaan untuk memberinya nama baru yang lebih simple dan menarik. Nama lepat tersebut dia beri usul “Ombus-ombus No.1”. Kalau menilik soal nama dalam Bahasa Batak tersebut Ombus-ombus berarti tiup-tiup. Mungkin alas an Anggiat memberi nama tersebut disebabkan lepat yang terbuat dari tepung beras ini lebih enak dimakan saat panas-panas.
Namun pembuatan nama baru ini bukannya berjalan dengan mulus begitu saja, sejak nama baru itu dikumandangkan Almarhum Anggiat, pertikaian soal namapun terjadi dengan almarhum Musik Sihombing (Tidak dikisahkan dalam berita ini). Pertikaian itu berakhir seiring dengan waktu, dan Almarhum Anggiat Siahaan tetap mempertahankan nama yang dicetuskannya itu tanpa memikirkan hal-hal lain.
Hampir setiap hari, Almarhum Anggiat Siahaan menjajakan lepat Ombus-ombus No.1-nya ke Pasar Siborongborong. Ditengah ramainya Pasar Siborongborong, Alamarhum Anggiat tetap gigih menjajakan lepatnya. Sementara dirumah, sang istri Almarhum Herlina Boru Nababan sudah menyiapkan lepat baru untuk dijual keesokan harinya. Dengan tekun dan kerja keras, kedua Pasangan Suami Istri (pasutri) ini mampu meraup keuntungan yang cukup untuk membiayai kebutuhan rumahtangga meereka hingga dari keduanya dikaruniai 8 anak ( Dua laki-laki dan Enam perempuan).
Saban hari hingga bertahun-tahun lamanya, dari subuh hingga magrib, Almarhum Anggiat yang dikenal pekerja keras ini terus mengembangkan usahanya. Hingga suatu ketika, ia mendapat kado dari pihak mertuanya (Marga Nababan) untuk membangun sebuah gubuk dagangannya di depan Terminal Mini Siborongborong. Kala itu (Sekitar tahun 1070-an), menurut anaknya Walben Siahaan (51) yang saat ini meneruskan usaha orangtuanya mengisahkan, Jumat (30/1) bahwa gubuk itu sangatlah sederhana atau ala kadarnya. “Yang penting bisalah untuk tempat berjualan,” tutur Walben Siahaan.
Didepan gubuk kecil itu, Almarhum Anggiat Siahaan langsung membuat plang tanda “Ombus-ombus No.1”. Dan sejak itulah, Almarhum Anggiat tidak lagi menganyuh sepedanya untuk berjualan, melainkan hanya menunggu di gubuk yang baru dibangunnya. Pelan tapi pasti, dengan bantuan anak-anaknya, usaha keluarga itu pun terus berjalan lancar.
Tahun 1994, Alamrhum Anggiat Siahaan akhirnya dipanggil oleh-Nya, dan Meninggalkan sang almarhum istri Horlina boru Nababan (Meninggal tahun 2002) dan kedalapan anaknya. Namun perjuangan keras hidupnya itu tak berakhir sia-sia, tiga anaknya berhasil masuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), sementara yang lainnya kebanyak berwiraswasta

Walben Siahaan Teruskan Usaha Ombus-ombus No 1
Walau kini berbagai jenis jajanan modern muncul diperjual belikan terutama di pasar-pasar atau pinggiran jalan Siborongborong, Walben Siahaan (51) anak kandung Almarhum Anggiat Siahaan (Pencetus nama Ombus-ombus No.1) ini tetap mempertahankan usaha yang dirintis oleh almarhum orangtuanya.
Walben Siahaan yang mempersunting sang istri tercinta Besinna Boru Togatorop (42) dan dikarunia dua anak ini malah semakin mengembangkan nama Ombus-ombus untuk bias dikenal dan dikenang oleh masyarakat luas. Walben yang kini menjadi Kepala Desa Pohan Tonga , Kecamatan Siborongborong ini dengan tidak mau kalah dengan almarhum orangtuanya. Apa ide kreatif Walben itu?, ide itu adalah dengan membuka sebuah perusahaan jasa angkutan umum berbentuk persekutuan komanditer yang diberi nama CV. Ombus-ombus.
Apa yang membuat Walben Siahaan untuk tetap mempertahankan nama Ombus-ombus No.1?. Dikisahkannya, bahwa dulunya almarhum ayahnya, tak pernah mengenal lelah untuk menjajakan lepat yang dibungkus dengan daun pisang dan dicampur dengan gula merah dan gula pasir ini. “Walau hujan dan terik mentari dipersimpangan Jalinsum yang ada Siborongborong, dengan menganyuh sepeda dan dibelakangnya dibuat kotak tempat lepat Ombus-ombus No1. Ayahku tetap mengejar pembeli, bahkan menawarkannya ke bus-bus angkutan yang sengaja berhenti di Simpang Tiga Kota Siborongborong. Jadinya saya memaknai perjuangan keras itu sampai sekarang, hal ini juga saya ceritakan kepada kedua anak saya,” tutur Walben Siahaan, Jumat (30/1) di rumahnya.
Kembali diceritakannya, berkat perjuangan keras sang ayah, ia pun bias menikmati harta peninggalan orangtuanya, apa itu? Sebuah gedung bertingkat yang kini ditempatinya hasil peninggalan Almarhum kedua orangtuanya. Letaknya di Jalan Sisingamangaraja atau persis didekat terminal mini Siborongborong. Semenjak bangunan itu permanen, pembeli yang datang kerumahnya yang berbentuk warung (Lapo-dalam bahasa Batak) semakin ramai. “Pembeli yang datang tidak memandang usia, semua kalangan datang, bahkan masyarakat yang melintas dari Siborongborong ini sengaja singgah untuk membeli oleh-oleh Ombus-ombus No.1, bahkan untuk acara-acara besar pun sering dipesan khusus, seperti pertemuan Usnsur Muspida Taput, Tobasa, Humbahas atau acara pernikahan dan lain-lain,” kata Walben.
Ditengah usaha kerja keras Walben Siahaan untuk mengusahai jualan lepat ini, sang istrinya Besinna boru Togatorop bahkan disokongnya untuk menjadi calon anggota DPRD Taput periode 2009/2014 dari Daerah Pemilihan (Dapem 2) yang meliputi Kecamatan Siborongborong, Sipoholon, Parmonagan, Muara dan Pagaran. Jumat (30/1) Besianna boru Togatorop mengatakan, keinginanya untuk maju menjadi Caleg tak lain adalah untuk mendukung pengembangan perekonomian masyarakat dengan budaya kerja keras serta melestarikan adat dan budaya (Bagian dari sektor pariwisata) daerah ini.
“Perjuangan istri saya memang berat, tapi kami optimis, berkat Tuihan, dan berbekal Ombus-ombus No.1 serta dukungan masyarakat istri saya pasti bias menjadi anggota DPRD nantinya,” tukas Walben Siahaan dengan nada optimismenya.
Ketika ditanya apakah usaha lepat Ombus-ombus No.1 itu suatu saat akan hilang? Pria yang suka nyelonoh dan humor ini dengan tegas mengatakan, bahwa usaha itu akan terus dipertahankan oleh keluarganya hingga turun temurun.

Pengunjung Singgah Diwarung Ombus-ombus No.1 Sambil Minum Kopi

Warung atau dalam bahasa Batak disebut Lapo Ombus-ombus No.1 juga menyediakan kopi asli dan hidangan teh manis bagi para tamunya yang singgah ditempat ini. Sambil minum kopi, biasanya pengunjung memesan Lepat Ombus-ombus No.1 yang masih panas. Bisa kita bayangkan bagaimana nikmatnya hidangan itu apalagi dibarengi dengan cuaca dingin dan sejuk Kota Siborongborong.
“ Setiap minggu saya melintas dari sini sebanyak dua kali, dari Kota Pematang Siantar menuju Kota Sibolga dalam rangka tugas kerja dengan mengendarai sepeda motor. Jadi hampir setipa minggunya saya singgah di Lapo Ombus-ombus No.1 ini untuk minum kopi sambil menikmati lepat Ombus-ombus. Kenapa saya selalu singgah disini..? karena jarak antara Kota Pematang Siantar menuju Kota Sibolga pertengahannya Kota Siborongborong. Jadi enak aja menikmati kopi dan lepatnya,” tutur Tony Sirongoringo (32) warga asal Jalan Medan , Kota Pematang Siantar ini, Jumat (30/1) di warung Ombus-ombus No.1 milik Walben Siahaan di Siborongborong.
Mengomentari enak tidaknya Ombus-ombus No.1 yang disuguhkan, Tony mengatakan enak, apalagi kalau sambil minum kopi. “ Enak sih, tapi lebih enaknya kalau panas-panas sambil minum kopi,” katanya.
Tony menyarankan kepada pemilik warung Ombus-ombus No.1, sebaiknya lepat Ombus-ombus itu tetap dapat disuguhkan panas-panas. “Kalau boleh ngasih saran, ombus-ombus itu sebaiknya tetap disuguhkan panas-panas, kadang tidak panas, jadi kurang enak dimakan sambil minum kopi,” imbuh Tony.
Cocok Buat Oleh-oleh
Sedangkan pengunjung lainnya, H.Sardian Siregar (44) yang singgah bersama rombongan keluarga dengan menaiki mobil pribadi di Lapo Ombus-ombus No.1 ini mengatakan, bahwa keluarganya di Medan sering menitipkan agar dibelikan Ombus-ombus No.1 untuk oleh-oleh. “Kalau kami sudah langganan lah Ombus-ombus No.1 ini buat oleh-oleh ke Medan , setiap kami mau ke Medan atau Tebing Tinggi untuk berkunjung ke tempat keluarga selalu membeli Lappet (Lepat) ini,” tukas Sardian Siregar.
Ketika Metro bertanya, kenapa keluarganya selalu memesan Ombus-ombus No.1, Sardian menjelaskan, bahwa sebenarnya yang memakan Ombus-ombus itu nantinya adalah seluruh keluarga saya dan keluarga kami di Medan . “ Kan enak sambil bercerita-cerita atau berkeluh kesah dengan keluarga sambil ngopi dan makan Lappet ini…he…he…,” paparnya.


Komponis Batak Alm.Nahum Situmorang Abadikan Ombus-ombus Dalam Sebuah Lagu
Bagi anda suku Batak, mungkin lagu “Marombus-ombus” karya cipta komponis besar Almarhum Nahum Situmorang sudah tidak asing lagi didengar. Lagu ini malah sudah sering didendangkan oleh para “Parmitu” atau peminum tuak di “Lapo-lapo tuak” (Kedai tuak). Entah faktor apa dulunya yang mengimajinasikan Nahum Situmorang untuk menciptakan lagu bertemakan Ombus-ombus ini yang dikaitkan dengan Si boru Hombing.
Namun, kita pantas untuk mensyukurinya. Kenapa..? karena ternyata untuk mengabadikan sebuah masakan khas bisa juga lewat sebuah lagu. Mungkinkah Almarhum Nahum Situmorang semasa hidupnya juga salah seorang penggemar Lappet (Lepat) Ombus-ombus? . Kita tidak tahu, ataukah lagu itu hanya sekedar hasil karya dengan imajinasi yang kuat..? ataukah Nahum Situmorang memang pernah punya kenangan dengan seorang gadis boru Sihombing..? kita tidak tahu. Karena beliau telah mendahului kita yang menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 20 Oktober 1969 di RSUP Medan .

Inilah syair lagu Marombus-ombus Ciptaan Nahum Situmorang :

Marombus-ombus do, lampet ni Humbang tonggi tabo
Na ngali ari i disi anggo alani ombus-ombus do
Ai boru Hombing do, na paturehon mancai malo
Tung ngangur do datung hushus do rupana pe
Da na uli do
Reff
Oooooo doli-doli, ho naposo na jogi
Dompak Humbang i, lao ma damang da tusi
Siborong-borong i
Molo naung hoji ho, tu boru Hombing tibu ma ro
Lao ma damang da lao ma damang
Tu luat ni parombus-ombus do
Oooooo ale boru Hombing
Paima ma si doli ro
Di Siborong-borong i
Tusi nama si doli ro
Ai boru Hombing do, na paturehon mancai malo
Tung ngangur do datung hushus do rupana pe
Da na uli do
Reff
Oooooo doli-doli, ho naposo na jogi
Dompak Humbang i, lao ma damang da tusi
Siborong-borong i
Oooooo doli-doli, ho naposo na jogi
Dompak Humbang i, lao ma damang da tusi
Siborong-borong i
Oooooo ale boru Hombing
Paima ma si doli ro
Di Siborong-borong i
Tusi nama si doli ro

Sepintas dari lirik lagu itu memang singkat tapi cukup bermakna sesuai dengan kondisi daerah di kawasan daerah Humbang (Siborongborong, Doloksanggul, Lintong Nihuta, dan kawasan lainnya) ini. Tapi yang menjadi pertanyaan, akankah ada lagi pencipta lagu Batak yang mampu menciptakan sebuah lagu untuk sebuah masakan khas dari kawasan Tapanuli.. ? kita hanya bisa berharap atau berbuat.tergantung….
Sementara ini Ombus-ombus masih tetap terjaga, dengan masih utuh adanya beberapa penjaja Ombus-ombus di Simpang tiga Siborongborong yang menggunakan sepeda. Tapi yang perlu kita ketahui, para penjual Ombus-ombus ini bukannya membeli Ombus-ombus yang akan dijualnya dari Warung Walben Siahaan (Anak pencetus nama Ombus-ombus No.1 alm.Anggiat Siahaan), melainkan bikinan sendiri.
Penghasilan para penjual Ombus-ombus sepeda ini memang tidak begitu besar. Keuntungannya hanya berkisar antara Rp.30 ribu hingga Rp.40 ribu per harinya. Namun ada yang sedikit aneh, dari sekitar 8 orang penjual Ombus-ombus bersepeda di Siborongborong saat ini. Apakah itu..? dari delapan orang ini, dibagi dalam dua kelompok, yakni kelompok Desa Somanimbil dan Kelompok Desa Sambariba Horbo. Kenapa demikian…? Inilah mungkin hasil mufakat dari pertikaian sekitar 50 tahun silam antara alm.Anggiat Siahaan dengan Alm.Musik Sihombing yang mempersoalkan nama antara “Lappet Bulung Tetap Panas” karya Alm.Musik Sihombing dengan “Ombus-ombus No.1” karya Anggiat Siahaan.
Kedua kelompok penjual Ombus-ombus tadi, kini harus berbagi hari untuk berjualan di Pasar Siborongborong. Jika hari Senin kelompok dari Desa Somanimbil yang berjualan, maka hari berikutnya adalah kelompok dari Desa Sambariba Horbo, begitulah seterusnya. Mungkin kalau kita nilai, hal ini merupakan persaingan ekonomi berdasarkan musyarawarah dan mufakat. Artinya, persaingan ekonomi sebagaimana dalam ilmu atau prinsip perekonomian dalam ilmu pendidikan yang kita peroleh tidak logis. Tapi inilah sebuah contoh keadilan dari masa silam.

 

Beras Tagi

Gambar
Berastagi adalah tujuan wisata utama di Tanah Karo yang terletak di ketinggian sekitar 4.594 kaki dari permukaan laut dan dikelilingi barisan gunung-gunung. memiliki udara yang sejuk dari hamparan perladangan pertaniannya yang indah, luas, hijau.
Brastagi merupakan daerah tujuan wisata yang memiliki fasilitas lengkap di Tanah Karo, seperti hotel berbintang, restoran, golf dan lain-lain sampai kepada hotel yang tarifnya relatif dapat terjangkau.
Brastagi juga dikenal dengan julukan kota “Markisa & Jeruk Manis”.
Brastagi dulunya bukit resort orang2 belanda, jauhnya 66km dari medan dengan ketinggian 4600 kaki (dari permukaan laut); merupakan kota yang sejuk dan menyenangkan. merupakan poin travel di sumatra yang ideal untuk memulai dan berakhir karena dekat dengan pusat sumatera di medan.

Disana terdapat hotel dari berbagai standar, dan layanan restoran baik makanan bergaya indonesia maupun barat, dengan pemandangan yang indah dan orang-orang yang ramah dan sopan. Tidak akan ada penjual dan guide yang akan mengganggu pada saat berjalan jalan di kota.




Asal-usul Nama Kota Parapat & Batu Gantung

batugantung.jpg

Alkisah, di sada huta terpencil di pinggiran Danau Toba Sumatera Utara, hiduplah sepasang suami-istri dengan seorang anak perempuannya yang cantik jelita bernama Seruni.
Selain rupawan, Seruni juga sangat rajin membantu orang tuanya bekerja di ladang. Setiap hari keluarga kecil itu mengerjakan ladang mereka yang berada di tepi Danau Toba, dan hasilnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
batu_gantung.JPG

Suatu hari, Seruni pergi ke ladang seorang diri, karena kedua orang tuanya ada keperluan di desa tetangga. Seruni hanya ditemani oleh seekor anjing kesayangannya bernama si Toki. Sesampainya di ladang, gadis itu tidak bekerja, tetapi ia hanya duduk merenung sambil memandangi indahnya alam Danau Toba. Sepertinya ia sedang menghadapi masalah yang sulit dipecahkannya. Sementara anjingnya, si Toki, ikut duduk di sebelahnya sambil menatap wajah Seruni seakan mengetahui apa yang dipikirkan majikannya itu. Sekali-sekali anjing itu menggonggong untuk mengalihkan perhatian sang majikan, namun sang majikan tetap saja usik dengan lamunannya.
Batu Gantung dilihat dari samping1.jpg

Memang beberapa hari terakhir wajah Seruni selalu tampak murung. Ia sangat sedih, karena akan dinikahkan oleh kedua orang tuanya dengan seorang pemuda yang masih saudara sepupunya. Padahal ia telah menjalin asmara dengan seorang pemuda pilihannya dan telah berjanji akan membina rumah tangga yang bahagia. Ia sangat bingung. Di satu sisi ia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya, dan di sisi lain ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan pemuda pujaan hatinya. Oleh karena merasa tidak sanggup memikul beban berat itu, ia pun mulai putus asa.
“Ya, Tuhan! Hamba sudah tidak sanggup hidup dengan beban ini,”
keluh Seruni.

Beberapa saat kemudian, Seruni beranjak dari tempat duduknya. Dengan berderai air mata, ia berjalan perlahan ke arah Danau Toba. Rupanya gadis itu ingin mengakhiri hidupnya dengan melompat ke Danau Toba yang bertebing curam itu. Sementara si Toki, mengikuti majikannya dari belakang sambil menggonggong.

Dengan pikiran yang terus berkecamuk, Seruni berjalan ke arah tebing Danau Toba tanpa memerhatikan jalan yang dilaluinya. Tanpa diduga, tiba-tiba ia terperosok ke dalam lubang batu yang besar hingga masuk jauh ke dasar lubang. Batu cadas yang hitam itu membuat suasana di dalam lubang itu semakin gelap. Gadis cantik itu sangat ketakutan. Di dasar lubang yang gelap, ia merasakan dinding-dinding batu cadas itu bergerak merapat hendak menghimpitnya.

“Tolooooggg……! Tolooooggg……! Toloong aku, Toki!”
terdengar suara Seruni meminta tolong kepada anjing kesayangannya.

Si Toki mengerti jika majikannya membutuhkan pertolongannya, namun ia tidak dapat berbuat apa-apa, kecuali hanya menggonggong di mulut lubang. Beberapa kali Seruni berteriak meminta tolong, namun si Toki benar-benar tidak mampu menolongnnya. Akhirnya gadis itu semakin putus asa.

“Ah, lebih baik aku mati saja daripada lama hidup menderita,” pasrah Seruni.


Dinding-dinding batu cadas itu bergerak semakin merapat.

“Parapat… ! Parapat batu… Parapat!”
seru Seruni menyuruh batu itu menghimpit tubuhnya..

Sementara si Toki yang mengetahui majikannya terancam bahaya terus menggonggong di mulut lubang. Merasa tidak mampu menolong sang majikan, ia pun segera berlari pulang ke rumah untuk meminta bantuan.

Sesampai di rumah majikannya, si Toki segera menghampiri orang tua Seruni yang kebetulan baru datang dari desa tetangga berjalan menuju rumahnya.

“Auggg…! auggg…! auggg…!” si Toki menggonggong sambil mencakar-cakar tanah untuk memberitahukan kepada kedua orang tua itu bahwa Seruni dalam keadaan bahaya.

“Toki…, mana Seruni? Apa yang terjadi dengannya?” tanya ayah Seruni kepada anjing itu.

“Auggg…! auggg…! auggg…!” si Toki terus menggonggong berlari mondar-mandir mengajak mereka ke suatu tempat.

“Pak, sepertinya Seruni dalam keadaan bahaya,” sahut ibu Seruni.

“Ibu benar. Si Toki mengajak kita untuk mengikutinya,” kata ayah Seruni.

“Tapi hari sudah gelap, Pak. Bagaimana kita ke sana?” kata ibu Seruni.

“Ibu siapkan obor! Aku akan mencari bantuan ke tetangga,” seru sang ayah.


Tak lama kemudian, seluruh tetangga telah berkumpul di halaman rumah ayah Seruni sambil membawa obor. Setelah itu mereka mengikuti si Toki ke tempat kejadian. Sesampainya mereka di ladang, si Toki langsung menuju ke arah mulut lubang itu. Kemudian ia menggonggong sambil mengulur-ulurkan mulutnya ke dalam lubang untuk memberitahukan kepada warga bahwa Seruni berada di dasar lubang itu.

Kedua orang tua Seruni segera mendekati mulut lubang. Alangkah terkejutnya ketika mereka melihat ada lubang batu yang cukup besar di pinggir ladang mereka. Di dalam lubang itu terdengar sayup-sayup suara seorang wanita: “Parapat… ! Parapat batu… Parapat!”

“Pak, dengar suara itu! Itukan suara anak kita! seru ibu Seruni panik.

“Benar, bu! Itu suara Seruni!” jawab sang ayah ikut panik.

“Tapi, kenapa dia berteriak: parapat, parapatlah batu?” tanya sang ibu.

“Entahlah, bu! Sepertinya ada yang tidak beres di dalam sana,” jawab sang ayah cemas.

Pak Tani itu berusaha menerangi lubang itu dengan obornya, namun dasar lubang itu sangat dalam sehingga tidak dapat ditembus oleh cahaya obor.

“Seruniii…! Seruniii… !” teriak ayah Seruni.

“Seruni…anakku! Ini ibu dan ayahmu datang untuk menolongmu!” sang ibu ikut berteriak.


Beberapa kali mereka berteriak, namun tidak mendapat jawaban dari Seruni. Hanya suara Seruni terdengar sayup-sayup yang menyuruh batu itu merapat untuk menghimpitnya.

“Parapat… ! Parapatlah batu… ! Parapatlah!”

“Seruniiii… anakku!” sekali lagi ibu Seruni berteriak sambil menangis histeris.


Warga yang hadir di tempat itu berusaha untuk membantu. Salah seorang warga mengulurkan seutastampar (tali) sampai ke dasar lubang, namun tampar itu tidak tersentuh sama sekali. Ayah Seruni semakin khawatir dengan keadaan anaknya. Ia pun memutuskan untuk menyusul putrinya terjun ke dalam lubang batu.

“Bu, pegang obor ini!” perintah sang ayah.

“Ayah mau ke mana?” tanya sang ibu.

“Aku mau menyusul Seruni ke dalam lubang,” jawabnya tegas.

“Jangan ayah, sangat berbahaya!” cegah sang ibu.

“Benar pak, lubang itu sangat dalam dan gelap,” sahut salah seorang warga.


Akhirnya ayah Seruni mengurungkan niatnya. Sesaat kemudian, tiba-tiba terdengar suara gemuruh. Bumi bergoyang dengan dahsyatnya seakan hendak kiamat. Lubang batu itu tiba-tiba menutup sendiri. Tebing-tebing di pinggir Danau Toba pun berguguran. Ayah dan ibu Seruni beserta seluruh warga berlari ke sana ke mari untuk menyelamatkan diri. Mereka meninggalkan mulut lubang batu, sehingga Seruni yang malang itu tidak dapat diselamatkan dari himpitan batu cadas.

Beberapa saat setelah gempa itu berhenti, tiba-tiba muncul sebuah batu besar yang menyerupai tubuh seorang gadis dan seolah-olah menggantung pada dinding tebing di tepi Danau Toba. Masyarakat setempat mempercayai bahwa batu itu merupakan penjelmaan Seruni yang terhimpit batucadas di dalam lubang. Oleh mereka batu itu kemudian diberi nama “Batu Gantung”.

Beberapa hari kemudian, tersiarlah berita tentang peristiwa yang menimpa gadis itu. Para warga berbondong-bondong ke tempat kejadian untuk melihat “Batu Gantung” itu. Warga yang menyaksikan peristiwa itu menceritakan kepada warga lainnya bahwa sebelum lubang itu tertutup, terdengar suara: “Parapat… parapat batu… parapatlah!”

Oleh karena kata “parapat” sering diucapkan orang dan banyak yang menceritakannya, maka Pekan yang berada di tepi Danau Toba itu kemudian diberi nama “Parapat”. Parapat kini menjadi sebuah kota kecil salah satu tujuan wisata yang sangat menarik di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.


TOMOK
Tomok adalah sebuah desa kecil yang terletak di pesisir timur Pulau Samosir, Danau Toba, Sumatera Utara. Dari Medan tempat ini membutuhkan waktu kurang lebih 4-5 Jam sampai di Parapat dengan mobil carteran atau bus antar kota. Ekstra satu jam lagi untuk menyeberang dari Ajibata ke Tomok. Desa ini sangat menggantungkan kehidupan para masyarakatnya pada bidang agraris, perdagangan dan pariwisata. Desa yang ukurannya tidak terlalu luas ini tampaknya sudah cukup mendapat pengaruh modernitas yang cukup besar di kalangan masyarakatnya. Hal ini terbukti dengan persandingan antara makam, gereja tua, becak motor dan kehidupan masyarakatnya yang cukup menguasai penggunaan bahasa Inggris pada saat bertemu dengan wisatawan asing.
Gambar
Gambar
Banyaknya makam dan benda-benda peninggalan zaman megalitik dan purba menjadikan lokasi ini sebagai salah satu situs kebudayaan Batak yang cukup terkenal di kalangan wisatawan. Lokasinya yang terletak tepat di tepi dermaga penghubung ke Parapat juga memudahkan para wisatawan mengunjungi tempat ini. Makam besar seperti Makam Raja Sidabutar dan keluarganya, Museum Batak, Patung Sigale-Gale, Batukursi Tomok, Patung Gajah, HKBP Resort Tomok dan gereja gereja yang sederhana memenuhi daerah ini. Ditambah pula dengan adanya resort yang berada di Tuk Tuk Siadong yang semakin mengukuhkan ddaerah ini menjadi tempat pariwisata.




 

This free website was made using Yola.

No coding skills required. Build your website in minutes.

Go to www.yola.com and sign up today!

Make a free website with Yola